Minggu, 26 Juni 2022

Hambatan Mediator Dalam Mediasi Perkara Waris

Posted by Rhoney on Juni 26, 2022 with No comments

 

Hambatan[T1]  Mediator Dalam Mediasi Perkara Waris

(Studi kasus Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas I-A)

Pembimbing I: Dr. Ridwan Nurdin, MCL

Pembimbing II: Mahdalena Nasrun, S.Ag., MHI

Oleh: Rhoni Ismunandar (150101034)

ABSTRAK[T2] 

Kasus sengketa waris tidak mampu dimediasikan, dan mediator sendiri kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan masalah internal keluarga.Jadi seringkali mediasi yang ditempuh gagal, seharusnya mediasi dalam pengadilan itu berhasil karena sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan tentu telah dimediasikan terlebih dahulu dikampungnya, pada kenyataannya harus kembali diserahkan ke meja persidangan untuk diputuskan secara adil berdasarkan fakta-fakta persidangan oleh hakim yang berwewenang. Oleh karena itu, penulis dapat mengetahui[T3]  [T4] bagaimana konsep dan pelaksanaan mediasi pada perkara waris di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas IA , dan bagaimana tantangan proses dan penyelesaian pidana melalui mediasi dalam menyelesaikan perkara waris di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas IA. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus (case study). Data-data yang dikumpulkan akan dianalisis melalui cara analisis-deskriptif.Temuan penelitian menunjukkan bahwa konsep mediasi yang dijalankan di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, dengan melihat Perma No. 1 Tahun 2016 sebagai landasan hukum mediasi sebagai prosedurnya di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas IA.Adapun pelaksanaan setiap perkara perdata wajib dilakukan mediasi, mediasi dilakukan dengan melibatkan para pihak untuk berperan langsung dalam proses mediasi dan apabila salah satu pihak tidak mau di mediasi maka perkara tersebut batal demi hukum. Untuk Tantangan proses dan penyelesaiannya lebih kepada para pihak yang membuat perkara tersebut berhasil atau tidak, dikarenakan mediator hanya memfasilitasi akan tempat dan memberi solusi yang baik terhadap keduanya. Sedangkan dalam penyelesaiannya apabila pada saat mediasi itu berhasil maka mediator membuat sebuah pernyataan bahwa mediasi telah berhasil yang di tanda tangani oleh para pihak dan juga mediator, kemudian perkara tersebut diberikan kepada hakim untuk diputuskan dalam bentuk akta perdamaian dengan merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam.Apabila perkara itu gagal pada saat mediasi maka mediator juga membuat suatu pernyataan bahwa mediasi tidak mencapai kesepakatan dengan tidak melampirkan pembicaan di dalam ruang mediasi Sedangkan penyelesaian pidana melalui mediasi tidak ada dikarenakan Mahkamah Syar’iyah tidak menerima kasus pidana.[T5] 

           

Kata kunci: Hambatan, Mediator[T6] , Mediasi, Waris, Hukum Islam


 

Pendahuluan

Mediasi merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa baik dalam pengadilan maupun diluar pengadilan yang dibantu oleh seorang mediator untuk menangani suatu perkara perdata, baik itu perkara perceraian, warisan atau hibah. Mediasi bisa juga disebut suatu pedoman untuk berdialog antara satu pihak dengan pihak yang lain dengan bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perkara. Penetapan mediasi sebagai bingkai teori dalam menjalankan suatu penyelesaian yang bersifat win-win solution (sama-sama menang), bukan berarti mediasi hanya suatu program pengadilan untuk dijalankan secara umumnya, akan tetapi mediasi jauh lebih penting dalam memahami kondisi orang-orang yang berperkara dengan melibatkan pihak-pihak yang bersengketa untuk menempuh titik temu antara keduanya.

Tidak hanya itu, mediasi juga menjadi perhatian khusus dari beberapa pakar ilmiah yang mencoba mengkaji lebih dalam terhadap indahnya menyelesaikan suatu perkara dengan cara musyawarah yang belakangan melahirkan beberapa Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan mediasi dalam beberapa pengertian yaitu dengan melibatkan pihak ketiga sebagai penengah seperti dalam proses penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan, penengah, munculnya ide-ide dari rangsangan secara tidak langsung melalui ide-ide lanjutan yang saling berhubungan, yang mungkin muncul dalam kesadaran yang jelas.[1]

Lebih lanjut di era kontemporer saat ini mediasi sudah diterapkan dalam lembaga pengadilan yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi dalam pengadilan yang telah diamandemenkan menjadi PERMA No. 1 Tahun 2016. Namun demikian mediasi berdasarkan prosedurnya dibagi kepada dua yaitu: Mediasi yang dilakukan di luar pengadilan diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, dan mediasi yang dilakukan dalam pengadilan diatur dalam Pasal 130 HIR/ 154 RBg jo PERMA No. 1 Tahun 2008.[2] Penetapan mediasi dalam pelaksanaan perkara warisan sangatlah penting selain menjaga tali silaturrahmi antara keduanya juga menjaga nama baik dari keduanya[3].

Dalam bahasa lain mediasi disebutkan secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah., makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ke tiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa mediasi adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan kesepakatan (agreement).[4]

Jadi mediasi dapat diartikan sebagai prosedur penyelesaian sengketa tingkat awal dengan melibatkan seorang mediator untuk memediasikan kedua belah pihak dengan tujuan mendapatkan perdamaian antara keduanya.

Di samping itu mediasi yang tersebut di atas bertujuan untuk mendamaikam pihak-pihak dalam perkara kewarisan.Warisan berasal dari bahasa Arab yaitu   وارث artinya waris[5]. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal[6]. Sedangkan menurut istilah yaitu: berpindahnya hak kepemilikan seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggal itu berupa harta (uang), atau tanah atau apa saja yang berupa hak milik secara syar’i[7]. Menurut Sayyid Sabiq mendefinisikan faraidh adalah bentuk jamak dari faridhah yang diambil dari kata fardh yang artinya takdir (ketentuan), dalam istilah syarak fardh adalah bagian yang ditentukan bagi ahli waris, dan ilmu mengenai hal itu dimana ilmu waris dalam ilmu faraidh[8]. Kemudian Wahbah Al-Zuhaili menyebutkan ilmu waris adalah kaidah-kaidah fiqih dan perhitungan-perhitungan yang dengannya dapat diketahui bagian masing-masing setiap ahli waris dari harta peninggalan.[9]

Dalam kehidupan bermasyarakat seringkali terjadi persengketaan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dengan berbagai alasan. Pada umumnya sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi. Mediasi dapat diterapkan diluar pengadilan maupun di dalam lembaga pengadilan seperti sengketa kewarisan bagi orang Islam. Sengketa kewarisan termasuk salah satu kewenangan absolut Mahkamah Syar’iyyah atau pengadilan agama dengan objek sengketa berupa harta benda.

Oleh karena itu berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan mediasi sengketa waris ini lebih dalam melalui judul skripsi: “Hambatan Mediator Dalam Memediasi Perkara Waris (Studi Kasus Mahakmah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas I-A)”. Dengan pertanyaan sebagai berikut :

1.        Bagaimana konsep dan pelaksanaan mediasi pada perkara waris di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas I-A?

2.        Bagaimana tantangan proses dan penyelesaian pidana melalui mediasi dalam menyelesaikan perkara waris di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas I-A?

          Adapun jenis penelitian dalam penelitian ini yaitu field research, tepatnya dengan pendekatan studi kasus (cose study).Studi kasus dimaksudkan untuk mendata kasus-kasus secara empiris, serta melihat-lihat prosedur mediasi di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh. Penelitian ini juga menggunakan library research atau penelitian kepustakaan, khususnya dalam kaitan pencarian data normatif.

          Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yang diperoleh melalui wawancara peneliti dengan hakim di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh kelas IA. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara membaca dan mengkaji buku-buku.

PEMBAHASAN

Pengertian Mediasi dan Dasar Hukum Mediasi

Secara etimologi mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada ditengah. Makna ini menunjukkan kepada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menangani dan menyelesaikan sengketa antara para pihak[10]. Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Menurut Taktir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus[11]. Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengoordinasikan aktifitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar, bila tidak ada negosiasi maka tidak ada mediasi.[12]

            Adapun dasar hukum mediasi dapat dilihat dari tiga sisi yaitu: Al-Qur’an, Hadis, dan Landasan Yuridis Normatif.

1.        Al-Qur’an

Q.S. Al-Hujurat [26] :9-10

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ  ٩ إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

Artinya : “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (9) Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S. Al-Hujurat [26] : 9-10).

2.       Hadits

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلاَّل, حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِىُّ, حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِ و بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيُّ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّي اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ, إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاَ, أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا, وَالْمُسْلِمُونَ عَلَي شُرُوطِهِمْ, إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً, أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

Artinya : Hasan bin Ali Al-Khallal menceritakan kepada kami, Abu Amir Al-Aqadi menceritakan kepada kami, Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf Al-Muzani menceritakan kepada kami dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersada, “Perdamaian antara kaum muslimin adalah boleh, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Kaum muslimin harus melaksanakan syarat-syarat yang mereka tetapkan, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan hal yang haram”.( Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi ).[13]

 

3.        Landasan Yuridis Normatif

Dasar hukum yang melandasi penerapan mediasi di pengadilan adalah:

a.         Undang-Undang  No. 30 Tahun 1999  tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa.[14]

b.         PERMA RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan telah diamandemenkan ke dalam PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan yang telah diamandemenkan menjadi PERMA RI  Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan.

c.         Pasal 130 HIR (Het Herzieni Indonesich Reglement, Staatsblad 1941:44), atau pasal 154 R.Bg (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad, 1927:227), atau pasal 31 Rv (Reglement op deRechtsvordering,Staatsblad 1874:52).

SEMA RI No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian dalam pasal 130 HIR/ Pasal 154 RBg[15]

Macam-Macam dan Sebab-Sebab Mediasi

            Secara umum, mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa  yang dibagi kedalam 2 jenis mediasi, yaitu:

1.      Mediasi pada lembaga pengadilan

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2003 yang telah diamandemenkan menjadi PERMA RI No. 1 Tahun 2008 yaitu menjadikan mediasi sebagai bagian dari proses beracara pada pengadilan. Mediasi di dalam pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR atau  Pasal 154 R.Bg. Hal ini ditegaskan dalam pasal 02 PERMA No. 1 Tahun 2008, yaitu semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.[16]

2.      Mediasi di luar lembaga pengadilan

Pada dasarnya PERMA No. 1 Tahun 2008 memuat ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan mediasi di dalam pengadilan, tetapi ketentuan ini juga memuat ketentuan yang menghubungkan antara praktik mediasi diluar pengadilan yang menghasilkan kesepakatan. Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3) PERMA No. 1 Tahun 2008 mengatur sebuah prosedur hukum untuk memperoleh akta perdamaian dari pengadilan tingkat pertama atas kesepakatan perdamaian di luar pengadilan. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri oleh naskah atau dokumen kesepakatan perdamaian dan kesepakatan perdamaian itu merupakan hasil perundingan para pihak dengan mediasi yang dibantu oleh mediator yang bersertifikat.[17]

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diawali oleh adanya ketidak puasan akan proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang memakan waktu relatif lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, putusan yang dihasilkan oleh pengadilan sering menimbulkan rasatidak puas para pihak atau ada pihak yang merasa sebagai pihak yang "kalah."[18]

Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternative penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN).

Tatacara mediasi tercantum dalam pasal 1 angka (8) PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengangadilan yang menggariskan bahwa para pihak adalah dua atau lebih subyek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian. Selanjutnya pasal 7 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menentukan hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Sedangkan pasal 7 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menentukan kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. begitu pula dalam pasal 15 ayat (2) PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengangadilan menerangkan mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. Dan di dalam pasal 12 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menentukan para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik.[19]

Adapun sebab-sebab terjadi mediasi dapat dikatakan bahwa mediasi dipengadilan ini merupakan hasil pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan perdamaian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 130 HIR/154RBg, yang mengharuskan hakim menyidangkan suatu perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian para pihak yang berperkara.[20]

Kenyataan yang dihadapi, jarang dijumpai putusan perdamaian. Produk yang dihasilkan dalam penyelesaian perkara yang diajukan kepadanya hampir seratus persen putusan bercorak menang atau kalah (winning or losing). Jarang ditemukan sama-sama menang (win-win solution). Berdasarkan fakta ini, kesungguhan, kemampuan dan dedikasi hakim untuk mendamaikan boleh dikatakan sangat mandul. Maka dibuatlah lembaga mediasi yang diatur pada tanggal 30 Januari 2002 Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai (Eks Pasal 130 HIR/ 154 RBg). SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tersebut didasarkan hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung, yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 24 sampai dengan 27 Desember 2002[21].

Dengan adanya mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain:

a.         Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif mudah.

b.        Mediasi akan menfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka.

c.         Memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal.

d.        Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan control terhadap proses dan hasilnya.

e.         Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit di prediksi.

f.         Mediasi akan menciptakan saling pengertian ang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa.

g.        Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan.[22]

Dari uraian di atas bahwa kesepakatan damai berisi perjanjian antara para pihak, maka keabsahan berjanjian ketika disepakati sering tidak disadari oleh salah satu pihak kalau ternyata perjanjian tersebut mengandung unsur-unsur penipuan  dan merugikan bagi dirinya. 

Persyaratan dan Tipologi Mediator

Persyaratan bagi Mediator adalah seorang yang ditunjuk oleh pengadilan atau orang yang terpercaya oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa para pihak, mediator juga disebut pihak ketiga untuk menjembatani para pihak dalam menyelesaikan perkara dengan saran-saran yang diberikan oleh mediator untuk mencapai kesepakatan dan beritikad baik.Di samping itu mediator tidak bisa memutuskan suatu pekara karena putusan akhir tetap berada pada tangan para pihak.

Mengingat peran mediator menetukan efektifitas dalam proses penyelesaian sengketa, maka dari itu mediator harus memenuhi persyaratan baik dilihat dari sisi internal mediator ataupun eksternal mediator. Sisi internal berkaitan dengan kemampuan personal dalam menjalankan misinya dan mengetus proses mediasi, sehingga para pihak berhasil dalam kesepakatan[23]. Dalam sisi eksternal berkaitan dengan kemampuan membangun kepercayaan para pihak, kemampuan menunjukkan sikap empati, tidak menghakimi dan memberikan reaksi positif terhadap sejumlah pernyataan walaupun dia sendiri tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

Disamping persyaratan yang telah tertera diatas ternyata ada persyaratan lain yang berkaitan untuk menyelesaikan permasalahan yang dipersengketakan yaitu:

1.        Keberadaan mediator disetujui oleh para pihak

2.        Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau kerabat antara kedua pihak.

3.        Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa disebabkan tidak objektifnya proses mediasi.

4.        Tidak mempunyai kepentingan finansial, atau kepentingan lain terhadap kesepakatan para pihak dan ia tidak memiliki kepentingan material apa pun terhadap mediasi, baik itu berhasil ataupun gagal

5.        Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya[24].

 

Di samping itu tipologi bagi seorang mediator adalah skill dalam menjalankan mediasi. Sikap mediator dapat dilihat dari dua sisi, yaitu melakukan suatu tindakan semata-mata membantu dan mempercepat proses penyelesaian sengketa.    

Adapun tipologi mediator menurut sudut pandang Christopher W Moore mediator memiliki 3 tipe yaitu:

1.      Mediator Otoritatif

Proses mediasi terhadap beberapa komponen yang terlibat langsung yaitu: para pihak yang bersengketa (penggugat dan tergugat) dan mediator, ketiga komponen tersebut akan terlihat dalam satu prosesinteraksi secara timbal balik berdasarkan kepentingan dan pengaruh-pengaruh tertent. Mediator otoritatif dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: mediator benevolent, mediator administrative manajerial, mediator vested interest.[25]

2.      Mediator Social Network

Mediator yang lahir karena proses hubungan social atau karena sama-sama berasal dari suatu komunitas tertentu, pada umumnya memilikiketerlibatan emosional dengan para pihak. Hubungan sosial terjalin dari berbagai aspek misalnya karena faktor kelompok dan organisasi tertentu. Tipe mediator berdasarkan hubungan sosial memiliki kelebihan antara lain lebih mudah untuk menciptakan polakomunikasi yang baik dengan para pihak, karena antara mediator dengan para pihak memiliki karakter dan ciri khas yang sama.[26]

3.      Mediator Independent

Mediator independent merupakan mediator yang sama sekali tidak memiliki keterikatan apapun dengan para pihak, baik karena pribadinya maupun sengketa yang sedang dihadapi. Tipe ini adalah tipe yang paling cocok bagi proses perdamaian yang dilakukan dalam prosesperkara di pengadilan mengingat sifatnya yang independent dan professional. Mediator independent akan lebih memberikan kenyamanan para pihakdalam mengekpresikan kepentingan-kepentingan kritis pada saat melakukan proses negosiasi dan perundingan.[27]

Kewenangan dan Tugas Mediator

Kewenangan dan tugas mediator dalam menjalankan tugas sebagai seorang mediator, tentunya  mediator juga mempunyai sejumlah kewenangan dan tugas-tugas dalam proses mediasi. Mediator memperoleh tugas dan kewenangan tersebut dari para pihak dimana mereka mengizinkan dan setuju adanya para pihak ketiga dalam meyelesaikan sengketa mereka.Kewenangan dan tugas mediator terfokus pada upaya menjaga mempertahankan dan memastikan bahwa mediasi sudah berjalan sebagaimana mestinya. Kewenangan mediator terdiri atas:

1.    Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar.

2.    Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi..

3.    Mengakhiri proses bilamana mediasi tidak produktif lagi..[28]

Adapun mengenai tugas mediator disebutkan dalam pasal 14 PERMA No. 1 tahun 2016 menjelaskan seorang mediator dalam menjalankan fungsinya, ia juga memiliki tugas yaitu: memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak, menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan. Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak lalu menyusun jadwal mediasi bersama para pihak selanjutnya mengisi formulir jadwal mediasi serta memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian. Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas serta  memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak, mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak dan bekerja sama mencapai penyelesaian.[29]Kemudian membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian, menyampaikan laporan keberhasilan dan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara.Menyatakan salah satu pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara.[30]

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi dalam Pengadilan

Mediasi sebagai upaya menciptakan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Pada tahun 2002 Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam rangka pelaksanaan perdamaian antara kedua belah pihak yang sedang berperkara. Akan tetapi (SEMA) No. 1 Tahun 2002 masih kurang efektif, sehingga Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003, adalah merupakan bentuk penyempurnaan (SEMA) No.1 Tahun 2002. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 dan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 namun hal tersebut di anggap belum cukup efektif, sehingga untuk lebih mengoptimalkan lembaga mediasi.[31]Lalu Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan berlaku secara efektif pada tanggal 13 Juli 2008.

Adanya PERMA No.1 Tahun 2008 secara fundamental telah merubah praktek peradilan yang berkenaan dengan perkara-perkara perdata.Sebelum adanya peraturan Mahkamah Agung tersebut, upaya mendamaikan para pihak dilakukan secara formalitas oleh hakim yang memeriksa perkara, tetapi sekarang majelis hakim wajib menundanya untuk memberi kesempatan kepada mediator mendamaikan pihak-pihak yang berperkara.Diberikan waktu dan ruang khusus untuk melakukan mediasi bagi para pihak.Upaya damai ini bukan hanya sebagai formalitas, tetapi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Adapun PERMA sebagai upaya penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi secara konseptual atau esensialnya sama dengan upaya perdamaian sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBg. Oleh sebab itu, jika para pihak maupun hakim pemeriksa tidak mematuhi peraturan tersebut. Maka hal itu dimaknai sebagai bentuk pelanggaran terhadap kedua pasal dimaksud yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.Penggunaan mediasi secara wajib tidak diartikan bahwa para pihak diwajibkan mencapai atau menghasilkan perdamaian.Perdamaian tidak dapat dipaksakan atau diwajibkan, tetapi harus merupakan hasil kesadaran dan keinginan bersama.[32]

Di dalam pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008 menentukan perkara yang diupayakan mediasi yaitu semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama dengan dibantu oleh mediaor, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan industrian, keberatan atas putusan badan penyelesaian sengketa konsumen, dan keberatan putusan komisi pengawas persaingan usaha.

Pada dasarnya mediasi di pengadilan dilakukan oleh mediator  yang telah mengikuti pelatihan  yang diselenggarakan oleh lembaga Mahkamah Agung RI dengan memiliki sertifikat mediator. Namun, mengingat jumlah mediator yang sangat terbatas di pengadilan tingkat pertama, maka dalam PERMA ini mengizinkan hakim menjadi mediator.Dalam menjalankan mediasi para pihak bebas memilih mediator yang disediakan di pengadilan atau membawa mediator sendri dari luar. Mediasi itu bermula disaat penggugat mengajukan perkara dengan dihadiri oleh kedua belah pihak lalu setelah dibuka persidangan tentunya hakim menyuruh kepada para pihak untuk menempuh jalan mediasi terlebih dahulu, dan hakim juga mewajibkan kedua belah pihak untuk berperan langsung dalam proses mediasi.

Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau mediator yang ditunjuk oleh hakim. Atas kesepakatan para pihak, mediasi dapat diperpanjang selama 14 hari.[33] Mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi gagal atau mencapai kesepakatan. Sebelum masa proses mediasi, seorang mediator berkewajiban menyiapkan tempat untuk mediasi serta mediator mendorong para pihak agar berperan langsung pada saat proses mediasi.

Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan selama 40 hari maka mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal, dan memberi tahu kegagalan mediasi kepada hakim. Maka dari itu hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. PERMA No. 1 tahun 2008 memberi peluang perdamaian terhadap kedua belah pihak sebagaimana disebutkan dalam pasal 21 bahwa para pihak atas kesepakatan mereka dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang diproses banding, kasasi atau peninjauan kembali sebelum diputus. Para pihak yang menempuh perdamain wajib disampaikan secara tertulis kepada ketua pengadilan tingkat pertama yang mengadili. Majelis hakim memeriksa perkara selama 14  hari kerja, sejak pemberitahuan tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian.[34]Akte perdamain ditanda tangani oleh mejelis hakim tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak dicatat dalam buku register induk perkara.

HASIL PENELITIAN

 

Konsep dan Pelaksanaan Mediasi Pada Perkara Waris di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas IA

Mediasi pada dasarnya suatu proses yang dilakukan dengan cara mufakat atau perundingan yang dibantu oleh mediator yang bersifat netral antara keduanya untuk membantu menyelesaikan perkara waris sehingga mencapai kesepakatan perdamaian.

Berbicara mediasi tentu bertujuan mendapatkan solusi yang akan diperoleh dan diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa dengan cara mufakat atau musyawarah dengan dihadiri oleh para pihak dan dibantu oleh seorang mediator yang netral. Adapun mediasi menurut hakim mediator di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A sebagai berikut:

 

ABD. Rauf, Yusri dan Rokhmadi mereka menyebutkan bahwa:

Mediasi adalah upaya perdamaian yang dilakukan terhadap kedua belah pihak agar mendapatkan titik kesepakatan dengan bantuan mediator yang sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi dipengadilan .[35]

 

Sedangkan dalam pelaksanaannya menurut hasil wawancara dengan beberapa hakim mediator yang bertugas di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas IA yaitu:

 

Menurut ABD. Rauf dan Yusri, mereka mengatakan bahwa:

Dalam hal pelaksanaan mediasi, mediator wajib memerintahkan para pihak agar berperan langsung pada saat proses mediasi supaya mudah untuk mendapatkan titik terang terhadap para pihak, dimana kedua belah pihak menunjuk seorang mediator yang telah disediakan pengadilan kemudian saling memperkenalkan diri terhadap para pihak, selanjutnya mediator membuat langkah kerja mediator dan membuat tata tertip pada saat mediasi. Kemudian setelah peraturan itu dibuat dan para pihak menyetujuinya maka proses pelaksanaan mediasi dijalankan. Sama dengan hakim yang pertama[36].

 

Menurut A. Karim dan Rokhmadi, mereka menyebutkan bahwa:

Sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2016 setiap perkara gugatan itu wajib dimediasi dalam hal pelaksanaan, maka penggugat dan tergugat wajib hadir di pengadilan agar mediasi dapat dilaksanakan, apabila pihak lawan tidak hadir maka mediasi tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada pihak yang akan dimusyawarahkan[37]”.

 

 

Tantangan Proses dan Penyelesaian Pidana Melalui Mediasi dalam Menyelesaikan Perkara Waris di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas 1A

Pembahasan sebelumnya dikemukakan proses dan pelaksanaan mediasi di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh. Sub bahasan ini akan menguraikan tantangan proses dan penyelesaian pidana melalui mediasi dalam menyelesaikan perkara waris di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas 1A, yaitu berupa tanggapan, pendapat hukum, serta penjelasan-penjelasan terkait mediasi yang dijalankan. Secara subtansi, mediasi di Mahkamah syar’iyah sudah dijankan dengan semaksimal mungkin dan sungguh-sungguh, namun hasil yang dicapai masih sangat relative rendah tentunya karena banyak tantangan proses yang menghambat seorang mediator dalam menyelesaikan sengketa warisan. Adapun uraian tantangan yang menghambat proses mediasi antara lain:

1.      Salah satu pihak tidak hadir pada saat proses mediasi

Kehadiran kedua pihak saat proses mediasi sangatlah penting, apabila salah satu satu pihak ada yang tidak hadir, maka proses mediasi tidak dapat dilaksanakan.

2.      Mengedepankan Sikap Ego Masing-Masing

Apabila ada pihak yang tidak ingin mengalah maka sulit bagi mediator dalam mendamaikan pihak tersebut karena mereka menganggap upaya damai sudah maksimal dijalankan dikampung kemudian para pihak lebih mengedepankan keegoannya bukan ke Agamaanya.[38]Maka dari itu para pihak yang berperkara saling mempertahankan argument mereka masing-masing.

3.      Penguasaan Harta

Perkara itu tidak bisa diselesaikan dikarenakan objek warisan tersebut telah dikuasai yang bukan ahli waris hak atau dikuasai oleh pewaris yang hak tapi tidak beritikat baik dengan menghalangi ahli waris lain untuk mendapatkan bagian.

4.      Pembagian Warisan

Disaat pewaris meninggal dunia lalu harta warisan dibagikan secara kekeluargaan ada ahli waris masih muda kedudukannya daripada ahli waris yang lain jadi bahagian yang diperoleh juga sedikit maka dari itu dia tidak menerima akan pembahagian yang telah dibagikan tersebut lalu menggugat ke pengadilan.

5.      Masalah Hati

Merasa sakit hati dengan perlakuan yang dilakukan oleh salah satu pihak dan merasa hak-haknya dilanggar oleh salah satu pihak.

6.       Keahlian Mediator

Masih rendahnya kualitas hakim yang menjalankan fungsi mediator dan masih banyak hakim terutama di Pengadilan yang berada dipelosok daerah tanah air, yang belum mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan sertifikasi mediator oleh lembaga terakreditasi oleh Mahkamah Agung.Mahkamah Agung belum bisa mengadakan pelatihan mediasi yang cukup untuk semua hakim dikarenakan mediasi belum menjadi program prioritas yang memperlihatkan kurangnya dukungan Mahkamah Agung RI.[39]

7.      Keterbatasan ilmu mediator

Kekurangan ilmu yang dimiliki oleh seorang mediator sebagai penengah diantara dua belah pihak sehingga membuat mediator kurang mampu dalam memecahkan permasalahan tersebut

8.      Keterbatasan mediator

Mengingat hakim mediator yang sedikit sehingga hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator juga diberi kewenangan untuk menjadi mediator sehingga kurang mengetahui bagaimana langkah kerja mediator dalam mendamaikan suatu perkara.

9.      Budaya atau adat

Kesulitan bagi seorang mediator dalam mendamaikan para pihak, dikarenakan mediator dan para pihak bukan berasal dari daerah yang sama. Mereka mempunyai budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga  mediator kurang memahami dengan benar situasi suatu daerah tersebut.

Untuk mengetahui secara jelas peran mediator dalam meneyelesaikan perkara waris di Mahkamah Syariyah Banda Aceh Kelas IA dapat dilihat dari hasil wawancara.Hasil wawancara berupa jawaban informasi dari pertanyaan tentang peran seorang mediator dalam menyelesaikan perkara waris di Mahkmah Syar’iyah Banda Aceh.

Adapun penyelesaian sengketa waris di Mahkamah Syar’iyah Bada Aceh Kelas IA yaitu:

 

Menurut A. Karim, Rokhmadi dan ABD. Rauf, mereka mengatakan bahwa:

Proses mediasi bukan hanya sekedar prosedur di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A akan tetapi upaya damai sangat di anjurkan sehingga dibuatnya mediasi supaya mendapatkan kesepakatan, apabila proses mediasi itu berhasil diselesaikan dengan cara damai maka mediator membuat sebuah keterangan secara tertulis bahwa mediasi tersebut berhasil, dan apabila proses mediasi itu gagal maka mediator membuat keterangan bahwa mediasi tersebut telah gagal.[40]

 

Menurut Yusri menyebutkan bahwa

Pada hakikatnya ada beberapa cara untuk menempuh penyelesaian perdamaian bukan berarti dengan selesainya mediasi maka selesai tidak, akan tetapi hakim wajib mendamaikan para pihak sebelum pokok perkara dibacakan. Ada beberapa cara dalam menempuh perdamaian yaitu; (a) Hakim mendamaikan diruang sidang (b) Mediasi (c) setiap persidangan hakim wajib menyeru kepada para pihak untuk berdamai (d) para pihak meminta kepada majelis hakim untuk dimediasi lagi, maka majelis hakim menunjuk salah satu hakim anggota yang ada dimajelis tersebut untuk memediasi kembali kedua belah pihak atau ketua majelis sendiri yang menangani tetapi mediasi tersebut “keinginan para pihak” .[41]

Sedangkan di dalam hukum pidana proses penyelesaiannya melalui diversi. dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya atau korban dan orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Dalam hal musyawarah dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial, dan masyarakat. Proses diversi wajib memperhatikan:

a. kepentingan korban.

b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak.

c. penghindaran stigma negatif

d. penghindaran pembalasan.

e. keharmonisan masyarakat.

f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 

Untuk penyelesaiannya apabila terjadi tindak pidana terhadap anak yang di bawah umur maka anak tersebut wajib menempuh jalan diversi, diversi tersebut dilakukan oleh penyidik atau aparatur Negara yang menangkap anak-anak yang melakukan pidana tersebut, melakukan diversi dengan melibatkan anak serta orang tua dan anak korban serta orang tua, diversi bertujuan untuk mencari solusi dengan cara musyawarah terhadap kedua belah pihak agar anak tersebut tidak di penjara akan tetapi mencari hukuman lain yang membuat anak tersebut memiliki efek jera terhadap perbuatannya.

Setelah itu apabila kedua belah pihak telah setuju untuk berdamai maka    penyidik meminta pusan ke pengadilan untuk dicantumkan ke dalam akta perdamaian. Diversi hanya bisa dilakukan sekali, apabila anak tersebut mengulang kembali akan perbuatannya maka anak tersebut tidak di benarkan mengikuti diversi kembali.

Hasil wawancara dengan beberapa hakim di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A menyebutkan sebagai berikut:

 

Drs. Yusri dan Drs. Rokhmadi mereka menyebutkan bahwa:

Dalam kasus pidana adanya ketentuan tertentu bagi anak yang berumur dibawah 18 tahun apabila melakukan tindak pida, seperti melakukan khalwat atau ikhtilaf, maka hukuman yang dijatuhkan kepada mereka dapat dip roses dengan cara diversi[42].

 

Dari uaraian diatas dapat dipahami bahwa apabila seorang anak dibawah umur berhadapan dengan hukum, maka anak tersebut wajib di upayakan diversi. Pengertian diversi sama seperti mediasi akan tetapi yang menjadi perbedaan keduanya adalah jika diversi itu berada diranah pidana untuk mediasi berada diranah perdata. Adapun tujuannya ialah sama-sama untuk mencari solusi perdamaian dari kedua belah pihak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang hakim mediator, bahwa seorang mediator itu hanya sebagai penengah diantara kedua belah pihak yang bersengketa. Dan mediator di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A telah menjalankan tugasnya dengan baik dan sungguh-sungguh, sebagaimana tercantum dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur pelaksanaan mediasi di pengadilan dan dalam penyelesaian perkara waris melihat Kompilasi Hukum Islam.

Hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa penyelesaian pidana melalui mediasi di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas IA itu tidak ada, dikarenakan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas IA tidak menangani permasalahan pidana dan di dalam Qanun juga tidak di terangkan permasalahan pidana yang di selesaikan melalui mediasi.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan sebelumnya dan mengacu pada rumusan masalah, maka temuan penelitian ini dapat disimpulkan dalam dua poin, yaitu sebagai berikut:

1.    Temuan penelitian menunjukkan bahwa konsep dan pelaksanaan medias yang diterapkan di Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Kelas 1A adalah untuk mecari solusi perdamaian terhadap kedua belah pihak yang sedang bertikai dengan dibantu oleh seorang mediator dalam menyelesaikan perkara tersebut. Sedangkan pelaksanaan perkara waris sudah dijalankan seperti yang telah diterapkan dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi dalam pengadilan.

2.    Tantangan proses dan penyelesaiannya yang membuat perkara tersebut berhasil atau tidak, yaitu para pihak yang menentukan setelah diberi masukan atau ide-ide oleh mediator. Akan tetapi yang menjadi ketidaksepakatan atau halangan dalam menempuh mediasi yaitu salah satu pihak tidak hadir pada saat proses mediasi, mengedepankan egonya masing-masing, keahlian mediator dan keterbatasan mesiator. Dalam penyelesaiannya apabila pada saat proses mediasi itu berhasil maka mediator membuat keterangan secara tertulis bahwa mediasi tersebut berhasil dengan ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan juga mediator, kemudian putusan tersebut diserahkan kepada hakim yang memeriksa perkara untuk dituangkan dalam akta perdamaaian. Apabila proses mediasi itu gagal, maka mediator membuat keterangan bahwa mediasi tersebut telah gagal dengan tidak melampirkan pembicaraan atau solusi perdamaian yang telah dilakukan pada saat mediasi.

Saran

Adapun saran yang dapat disajikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.    Hendaknya, para pihak (principal) diwajibkan untuk menghadiri sendiri proses mediasi atau setidaknya ia dapat didampingi oleh kuasa hukumnya dalam melakukan mediasi.

2.    Hendaknya, pada saat mediasi para pihak bersikap lemah lembut dalam mengambil tindakan dengan tidak egois dan tidak mementingkan diri sendiri

Daftar Pustaka

A.    Al-Qur’an

 

B.       Buku

Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. 1997

Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam.Jakarta: Kencana. 2004

Asyhari Abta dan Djunaidi Abd.Syakur.Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Hukum islam, Praktis dan Terapan. Surabaya: Pustaka Hikamah Perdana. 2005

Cik Hasan Bisri. Peradilan Agama di Grafindo Indonesia. Jakarta: Raja Persada. 2003

Effendi Perangin.Hukum Waris. Jakarta: Rajawali Pers. 2014

Gamal Achyar.“Nilai Adil dalam Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam.  Banda Aceh: AWSAT, 2018.

Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh, Buku Register Mediasi Mahkamah Syar’iyyah  Banda Aceh, 2019

Muchlis Marwan Dan Thoyib Mangkupranoto, Hukum Islam II, Surakarta: Buana Cipta, 2006

Muhammad Ali as-Shabuni.Al-Mawaris Fi As-Syariati Al-Islamiyati Fi Daui Al-Kitab  Wa As-Sunnati. Beirut – Lebanon: Al-Maktabah Al-Ashriyah. 1429 H – 2008 M

Nurnaningsing Amriani. Mediasi Alternatif Prnyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers. 2012

Sayyid Sabiq, fiqhu as-sunnah. Kairo Mesi: Dar Al-Fathi Lil I’lami Al-Arabiy,1420 H/ 1999 M

Soerjono Sukanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. 1986

Syahrizal Abbas. Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional.Jakarta: Kencana. 2011

Syamsulbahri Salihima. Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam Hukum Islam dan Implementasinya pada Pengadilan Agama.Jakarta: Prenadamedia Group. 2015

Takdir Rahmadi. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta: Rajawali Pers. 2011

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu. Surya-Damsyik:Dar Al-Fikri, 1409 H-1989 M.

C.      Kamus

Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. 1997

Daniel Haryono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 6, ( Jakarta: Media Pustaka Phoenix, 2012 ), hlm. 571

D.      Skripsi

Nurul Fitri, Efektifitas Mediasi dalam perceraian di Mahkamah Syar’iyyahBanda Aceh dan Mahkamah Syar’iyyahAceh Besar, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry , BandaAceh, Skripsi.2011

Rahmat Fitrah, Efektifitas Penyelesaian Sengketa Warisan Melalui Majelis AdatAceh (Studi Di Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar), Skripsi. 2016

 

 

 



[1]Daniel Haryonodkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 6, ( Jakarta: Media Pustaka Phoenix, 2012 ), hlm. 571

[2]Ibid, hlm. 18

[3] Zaid bin Abdul Karim Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, Cet. 5, (Darus Sunnah, 2016), hlm. 1

[4] Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum.., hlm. 1-2

[5] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 1989), hlm. 496.

[6]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011) hlm. 1556

[7] Muhammad Ali As-Shabuni, Al-Mawaris Fi As-Syariati Al-Islamiyati Fi Daui Al-Kitab  Wa As-Sunnati, (Beirut – Lebanon: Al-Maktabah Al-Ashriyah, 1429 H – 2008 M), hlm. 33-34.

[8] Sayyid Sabiq, Fiqhu As-Sunnah, Jilid.III, Cet. XXI, (Kairo Mesir: Dar Al-Fathi Lil  I’lami Al-Arabiy,1420 H/ 1999 M), hlm. 291

[9] Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Juz.8, Cet. III, (Surya-Damsyik: Dar Al-Fikri, 1409 H-1989 M), hlm. 243

[10] Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasiaonal, Cet.2, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 1

[11] Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Cet.2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm, 12.

[12] Nurnaningsih Armiani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Cet.2, (Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 28

[13]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan At-Tirmizi, Cet. 1, Jilid. 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hlm. 110

[14] Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Cet. 3 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 35

[15] Wirhanuddin, Deskripsi Tentang Mediasi Di Pengadilan Tinggi Agama Makasar, Jurnal Al-FIKR, Vol. 20, No. 2, (2016), diakses melalui http://journal.uin-alauddin.ac.id/ index.php/alfikr/article/view/2321, Tanggal 22 Desember 2019, hlm. 286

[16] Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam…, hlm. 306

[17] Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Cet. 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 193

[18] Sri Mamudji, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 34, No. 3, (2017), diakses melalui http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/1440, Tanggal 21 Desember 2019, hlm. 194

[19] Sholahuddin Harapan, “Pelaksanaan Mediasi Menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2008”, Jurnal Syiar Madani, Vol. 13, No. 2, (2011), Diakses Melalui https://media.neliti. com/media/publications/25273-ID-pelaksanaan-mediasi-menurut-perma-nomor-1-tahun-200 8-berikut-permasalahannya.pdf, Tanggal 22 Desember 2019, hlm. 133

[20] Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 27

[21]Ibid, hlm. 28

[22] Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum…, hlm. 26

[23] Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum…, hlm. 60

                [24]Ibid, hlm. 65

[25] Witanto, Hukum Acara Mediasi…, hlm. 97

[26]Ibid, hlm. 98

[27]Ibid, hlm. 99

[28]Karmuji, Peran Dan Fungsi Mediator  Dalam Penyelesaian Perkara Perdata,  Jurnal Ummul Qura, Vol. 7, No.1, (2016), hlm. 46

[29]Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, diakses melalui https://bawas. mahkamahagung. go. Id /bawas doc/doc/perma_mediasi_pengadilan_web.pdf, Tanggal 19 Desember 2019, hlm. 12

[30]Ibid, hlm 13

[31]Abdul Rokhim, Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, JurnalMasalah Masalah Hukum, Vol. 43 No. 3, (2014), Diakses Melalui Https://Media. Neliti.Com/ Media/Publications/4674-ID-Mediasi-Menurut-Peraturan-Mahkamah-Agung-Republik-Indo nesia-Nomor-1-Tahun-2008-T.Pdf Tanggal 19 Desember 2019, Hlm. 323

[32] Israr Hirdayadi dan Hery Diansyah, Efektivitas Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2008, Jurnal Samarah, Vol. 1 No. 1, (2017), Diakses Melalui http://jurnal.arraniry .ac.id /in dex. php/samarah, Tanggal 19 Desember 2019, hlm. 216

[33] Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum…, hlm. 131

[34]Ibid, hlm. 315

[35]Hasil Wawancara dengan ABD. Rauf, Yusri, dan Rokhmadi, Hakim, Mahkamah Syar’iyah Banda AcehKelas 1A, tanggal 17 Januari 2020

[36]Hasil Wawancara dengan ABD. Rauf, dan Yusri Hakim, Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A, tanggal 17 Januari 2020

[37] Hasil Wawancara dengan A. Karim, dan Rokhmadi, Hakim Mediator, Mahkamah Syar’iyah Banda AcehKelas 1A, tanggal 17 Januari 2020

[38]Hasil Wawancara dengan Yusri, Hakim Mediator, Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A, tanggal 27 Januari 2020.

[39] Fatahillah A. Syukur, Mediasi Yudisial di Indonesia Peluang dan Tantangan Dalam Memajukan Sistem Peradilan, Cet. 1, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm. 70

[40] Hasil Wawancara dengan A. Karim, Rokhmadi dan ABD. Rauf, Hakim Mediator, Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A, tanggal 17 Januari 2020

[41] Hasil Wawancara dengan Bapak Yusri, Hakim Mediator, Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A tanggal 29 Januari 2020

[42] Hasil Wawancara dengan Yusri, Rokhmadi,  Hakim Mediator, Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Kelas 1A, tanggal 29 Januari 2020


 [T1]Hambatan apa saja yang dihadapi mediator dijelaskan dalam pembahasan; apakah mediator menjalankan tugasnya dengan baik, tipologi mediator apa saja yang penliti temukan

 [T2]Template jurnal tolong dikirim ke email saya

Batasan halaman maksimal perlu diperhatikan

 [T3]Hindari kata penulis ingin mengetahui, karena ini bukan masalah yang harus diteliti.

 [T4]Fokus kepada permasalahan hambatan yang dihadapi mediator

 [T5]Jumlah kata di abstrak dikurangi

 [T6]Tambah kata hambatan

 

Halaman 1 dulu ya direvisi

O ya template jurnal don’t forget to send thanks

0 komentar:

Posting Komentar